Pengalaman Membaca Buku: Sambal & Ranjang.

 Karya Tenni Purwanti.

Kita melawan dominasi laki-laki bukan untuk mengubahnya menjadi dominasi perempuan, tetapi untuk membuat lelaki dan perempuan di posisi setara sebagai sesama manusia. Baik laki-laki maupun perepuan tidak boleh melakukan kekerasan dalam bentuk apa pun terhadap laki-laki dan perempuan lain. 

 

Sambal & Ranjang merupakan kumpulan 16 cerpen karya Tenni Purwanti. Buku setebal 176 halaman ini pertama kali diterbitkan oleh Gramedia pada Oktober 2020. Keenam belas cerpen di dalamnya mengangkat isu-isu yang kerap dialami perempuan serta mengkritisi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di sekitar kita. Tak hanya itu, buku ini juga menyoroti pentingnya kesehatan mental sekaligus memperlihatkan bagaimana masyarakat kita kerap mengabaikannya. Di dalamnya, pembaca juga akan menemukan kritik terhadap pelaku korupsi dan tindak pelecehan seksual. Sesuai dengan judulnya, buku ini pedas—menggigit, tajam, namun tetap menggugah.

Buku ini memiliki label 17+

Kalau teman-teman sedang mencari buku yang bisa dibaca habis dalam satu hari namun tetap penuh makna, Sambal & Ranjang adalah pilihan yang tepat. Awalnya, aku tertarik membaca buku ini karena judul dan sampulnya yang unik dan mencuri perhatian. Mungkin, sebagian orang akan langsung mengira ini adalah buku yang bernuansa erotik. Tapi setelah membaca cerpen-cerpen di dalamnya, percayalah, kalian akan menyadari bahwa kepedasan buku ini bukan terletak pada hal-hal sensual, melainkan pada keberanian isinya dalam menyuarakan kritik sosial dan realita yang selama ini kerap kita abaikan.

Cerita-cerita dalam buku ini ditulis dengan bahasa yang sederhana, sehingga mudah dipahami. Namun justru kesederhanaan itulah yang membuatnya membekas. Hal lain yang menarik adalah pemilihan nama-nama tokoh perempuannya yang indah dan lembut—banyak di antaranya menggunakan nama bunga. Aku juga merasa beberapa cerpen seolah lahir dari inspirasi lagu-lagu yang didengarkan oleh penulis, Tenni Purwanti.

Dari 16 cerpen yang ada, aku punya 5 favorit yang paling membekas:

1. Menghamili Reisa.

Cerpen ini menyadarkanku bahwa tubuh adalah milik kita sepenuhnya. Kita bebas menentukan keputusan terhadap tubuh kita, tapi keputusan itu tentu tidak lepas dari konsekuensi. Dan konsekuensi itu bisa berlangsung lama, bahkan seumur hidup. Salah satu kutipan yang sangat aku sukai dari cerpen ini:

Punya anak itu tidak semudah yang kamu bayangkan. Itu tanggung jawab seumur hidup. Jangan karena keegoisan kamu ingin punya anak maka kamu menghadirkan satu manusia di dunia ini dan kemudian tidak tahu bagaimana bertanggung jawab terhadap kehidupannya.

2. Ruang Kosong.

Cerita di dalam cerpen ini membekas di dalam hatiku karena mengajarkanku tentang keikhlasan. Bahwa segala sesuatu memiliki durasinya sendiri, termasuk kehadiran orang-orang dalam hidup kita. Maka dari itu, kita harus menghargai waktu yang ada dan menikmati tiap momen yang sedang kita rasakan bersama dengan orang-orang itu. Karena pada kenyataannya, tidak semua orang mudah melepaskan yang telah hilang. Kutipan favoritku:

Tidak pernah ada manusia yang tahu pasti rasanya mati. Jadi belum tentu mati bisa menyelesaikan masalahmu. Siapa tahu karena mati bunuh diri maka rohmu gentayangan dan tidak bisa masuk surga. Kamu sendiri yang rugi.  

3. Gadis yang Memeluk Dirinya Sendiri.

Gadis yang Memeluk Dirinya Sendiri juga turut mencuri perhatianku selama membaca buku ini. Melalui cerpen ini aku belajar bagaimana seseorang itu belajar untuk menerima perubahan yang terjadi di dalam hidup dan dirinya. Terlebih ini adalah perubahan yang sampai menyentuh ranah mentalnya. Kutipan ini cukup membekas buatku,

Tetapi, meski percaya akan mati, kau berusaha keras untuk tetap bertahan hidup.

4. Surat untuk Anak Perempuanku.

Meneruskan bercerita mengenai cerpen yang mengesankan di dalam buku i4ni. Surat untuk Anak Perempuanku turut tertinggal di dalam hatiku. Sebuah surat yang ditulis oleh Sang Ibu untuk anaknya yang nantinya mau tidak mau harus besar dan tinggal di lingkungan patriarki. Surat ini meminta Sang Anak untuk bisa menjaga diri dan menghormati orang lain tanpa merendahkan mereka. Di dalam surat itu tertulis,

... tidak mudah menjadi perempuan di negeri dengan riwayat kekerasan yang tinggi ini. 

5. Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa.

Cerpen lain yang tertinggal di dalam hatiku adalah Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa. Cerpen ini membuatku berefleksi bahwa memilih pasangan itu nggak bisa dilakukan secara terburu-buru, hahaha. Harus ada banyak pertimbangan, dan kita juga perlu benar-benar mengenal pasangan kita sebelum memutuskan untuk menikah dan tinggal bersama seumur hidup. Di cerpen ini aku juga merasa senang sekali karena tokoh laki-lakinya yang ditulis sebagai karakter yang tulus dan penyayang. Bertemu dengan pasangan yang bisa menerima kita apa adanya tentu merupakan hal yang menyenangkan dan hal itu tergambar dengan sangat jelas di dalam kutipan cerpen ini,

Kita adalah masa depan untuk satu sama lain dan kita hidup di hari ini, tidak di masa lalu. Aku ingin kau tahu betapa dahsyatnya bisa hidup di masa kini, menikmati momen saat ini.

Beberapa cerpen lain dalam buku ini juga berhasil mengkritisi kondisi patriarki yang masih merajalela di sekitar kita—bagaimana perempuan masih sering dipandang rendah, bahkan dengan mudahnya hak-haknya ‘dirampok’ begitu saja. Buku ini juga menyoroti bagaimana masyarakat kita masih belum cukup peka terhadap isu kesehatan mental, serta menggambarkan kerasnya dunia politik yang seringkali justru menekan masyarakat kecil demi keuntungan segelintir orang. Tidak hanya itu, cerpen-cerpen ini juga menyadarkan kita bahwa kekerasan, dalam bentuk apa pun, tidak boleh terjadi, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Kita sebagai manusia harus saling menghormati dan menjaga satu sama lain. Semua pesan ini disampaikan dengan cara yang kuat namun tetap mengesankan. Sungguh, ini adalah pengalaman membaca yang berkesan.


Cia,
Yogyakarta, 10 Mei 2025.

Komentar