Pengalaman Membaca Buku: Ronggeng Dukuh Paruk.

Karya Ahmad Tohari.



... dalam hidup segala hal mestilah dilakukan pada batas kewajaran. Karena keselamatan berada di tengah antara dua hal yang saling berlawanan. Jadi keselamatan adalah jalan tengah, atau kewajaran atau keberimbangan. Yang kita saksikan akhir-akhir ini adalah kehidupan yang serba tidak wajar, melampaui batas. Dan kehidupan takkan kembali berimbang sebelum dia mengalami akibat ketidakwajaran itu. E, anakku, cucuku, kita sendiri telah ikut-ikutan lupa.

Ronggeng Dukuh Paruk merupakan novel trilogi karya Ahmad Tohari yang menggabungkan tiga buku: Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala. Dengan total 408 halaman, Ronggeng Dukuh Paruk pertama kali diterbitkan oleh Gramedia pada September 2018.

Dalam novel ini, kamu akan diajak mengikuti perjalanan hidup Srintil, seorang ronggeng yang menjadi kebanggaan di Dukuh Paruk, sebuah wilayah yang digambarkan tertinggal, kumuh, dan bodoh. Srintil adalah perempuan yang dianggap milik semua orang. Lewat kisahnya, kamu bisa merasakan pergolakan batin Srintil saat menjalani hidup sebagai ronggeng, sampai akhirnya ia memutuskan untuk berhenti. Keputusan itu datang setelah ia mengalami penahanan karena dikaitkan dengan komunisme dan dianggap sebagai ancaman bagi negara. Dari sana, Srintil mulai menyadari bahwa yang ia inginkan hanyalah mengembalikan citranya sebagai perempuan yang bermartabat.

Novel ini memiliki label 17+

This novel contains material that may be distressing to some readers, including sexual exploitation and violence, gender inequality, sexual content, physical violence, and social suffering due to poverty and oppression.

Pertama kali baca buku ini, yang bikin aku betah adalah karena pengarangnya benar-benar pintar menggambarkan suasana yang terjadi di dalam karyanya. Gimana dia mendeskripsikan kondisi Dukuh Paruk, gejolak politik, bengisnya perlakuan orang-orang terhadap Srintil, dan bagaimana ia memotret berbagai perasaan Srintil dalam narasi. Semua itu membantuku semakin berimajinasi sehingga segala hal yang digambarkan bisa aku rasakan dengan baik. Hal lain yang menarik, aku jadi belajar macam-macam jenis hewan dan karakteristiknya lewat buku ini, hahahaha.

Tapi sejujurnya, perjalanan hidup Srintil benar-benar menggerus hatiku sangat dalam. Rasanya kalau aku bisa ketemu Srintil, aku pengen banget peluk dia dan ajak dia melakukan hal-hal menyenangkan yang sebelumnya belum pernah dia lakukan karena masa mudanya habis untuk memuaskan banyak orang. Semakin banyak halaman yang aku baca, semakin aku mengerti kalau Srintil membawa begitu banyak mimpi dan ekspektasi orang lain, sementara mimpinya sendiri harus direlakan mengendap begitu saja di dalam hatinya. Aku pun sempat merasa Srintil seperti dicuci otak oleh oknum yang nggak bertanggung jawab dengan dalih "memang beginilah aturan dan adatnya" untuk kepuasan oknum-oknum tertentu tanpa memikirkan bagaimana kondisi dan perasaan Srintil.

Hal sedih lainnya adalah kondisi Dukuh Paruk yang benar-benar meremas hatiku. Melihat wilayah ini tertinggal dengan segala kemelaratan dan kebodohan bikin aku sadar, ada kalanya kita harus terbuka pada perubahan demi masa depan yang lebih baik. Dengan catatan, kita juga harus bisa memilah perubahan tersebut agar tidak menjerumuskan kita ke dalam hal yang salah. Dukuh Paruk terlalu berpegang teguh pada keyakinan dan ketidaktahuannya, sedangkan negara sedang berada di tengah adu otot antara masyarakat dan para pemimpinnya. Inilah yang membuat Dukuh Paruk gampang dibodohi oleh orang lain dan akhirnya bergabung ke dalam kelompok yang salah.

Novel ini mengangkat isu politik yang terjadi pada tahun 1965, saat PKI sedang gencar melawan negara dan negara berusaha keras menjaga kedudukannya. Betapa ngerinya kondisi saat itu. Membaca buku ini membuatku sadar bahwa membaca bisa membuka wawasan terhadap hal-hal yang sebelumnya tidak pernah kita saksikan secara langsung. Tapi justru dari situlah kita jadi mengerti apa yang pernah terjadi, dan itu adalah pengalaman yang menyenangkan untuk belajar hal-hal baru.

Alur di dalam buku ini juga mengangkat kisah percintaan Srintil. Jika kisah hidup dan percintaan Srintil ini berbentuk sebuah lagu, maka aku akan memilih The Prophecy milik Taylor Swift karena menurutku lagu itu sangat relate dengan kondisi Srintil.

Hand on the throttle
Thought I caught lightning in a bottle
Oh, but it's gone again

Lirik di atas itu menurutku menggambarkan bagaimana Srintil yang punya banyak mimpi, tapi semuanya jadi sia-sia karena, mau seperti apapun, orang-orang di sekitarnya akan menutup telinga terhadap segala keinginannya.

And it was written
I got cursed like Eve got bitten
Oh, was it punishment?

Kalau di lirik ini, menurutku benar-benar menggambarkan bagaimana menderitanya Srintil. Terlebih dengan sejarah ronggeng terdahulu yang tidak pernah mendapatkan kehidupan layak di akhir hayat mereka. Srintil pun berkali-kali memikirkan, apakah keputusannya untuk menjadi ronggeng adalah keputusan yang benar? Menjadi seorang ronggeng yang harus menuruti adat dan menjadi milik orang lain.

A greater woman wouldn't beg

But I looked to the sky and said

Please I've been on my knees

Change the prophecy

Don't want money

Just someone who wants my company

Let it once be me

Who do I have to speak to

About if they can redo the prophecy?

Lirik di atas, menurutku, kalau Srintil hidup di masa kini dan dengerin lagu ini lewat radio atau orang ngamen di Pasar Dawuan, pasti Srintil langsung nangis walaupun dia nggak tahu arti dari lirik ini. Lirik ini benar-benar mempresentasikan kondisi Srintil di dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk.

Buku ini banyak membawaku ke perasaan sedih, sehingga buku ini mendapatkan label, "I finished the book but the book also FINISHED ME," untukku. Semoga dengan perkembangan zaman ini, keadilan bagi perempuan terus ditegakkan. Daerah-daerah yang tertinggal segera mendapatkan bantuan, dan orang-orang bisa membuka diri mereka terhadap "perubahan yang baik untuk masa depan yang lebih baik pula." Menurutku, bengisnya sejarah hadir supaya kita semua bisa belajar dan menata hal-hal menjadi lebih baik, bukan untuk diulang lagi. Kita perlu ingat bahwa setiap hidup adalah milik orang itu sendiri, bukan milik orang lain. Jadi, kita tidak bisa memaksakan jalan hidup seseorang sesuai dengan ekspektasi kita. Kita juga tidak bisa menaruh mimpi kita pada orang lain karena setiap orang berhak untuk bermimpi dan berusaha untuk mewujudkan mimpinya sendiri.


Cia,
Yogyakarta, 10 Mei 2025.

Komentar