Dermaga.

Kamu bilang hadirku membawa banyak tawa dan membuat mimpimu menjadi nyata. Padahal aku tahu betul, jejak kenangan dan pandanganku terhadap dunia selalu membuatmu terluka. 

Bibir hatimu terkatup rapat, menahan bisingnya tangisan karena terlatih untuk memendam semua sesak yang terasa. Sayang sekali, kamu tidak pandai mengendalikan maupun menyembunyikannya. Aku pun tidak bisa selalu memakluminya, karena dahulu kala hatiku dibuat perkasa di tengah badai ujung dunia — di mana tidak ada cinta yang aku kenali di sana.

Kamu melayang terlalu tinggi bersama cinta yang gagal aku pahami kesekian kalinya. Kini, deburan ombak terdengar lebih riuh daripada debaran yang aku punya. Obrolan tentang indahnya cinta yang telah kita rajut di tengah geramnya dunia, kini terasa asing di telinga.


Cia,
Yogyakarta, 21 Juli 2024.


Komentar